Saat Demokrasi Dikunci di Ruang Mewah: Revisi UU TNI Tanpa Suara Rakyat
INGIN MENJADI JURNALIS MEDIA ONLINE AMBARITA NEWS, HUBUNGI NOMOR TELEPON ATAU WHATSAPP 082130845668

Saat Demokrasi Dikunci di Ruang Mewah: Revisi UU TNI Tanpa Suara Rakyat

Sabtu, 15 Maret 2025, 21:54



AmbaritaNews.com | Jakarta – Drama baru kembali terjadi dalam dunia legislasi Indonesia. Tiga aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menggedor pintu ruang Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel, Jakarta, tempat Panitia Kerja (Panja) DPR sedang membahas revisi Undang-Undang (UU) TNI secara sangat privat—bukan di gedung parlemen, melainkan di hotel bintang lima, Sabtu (15/3/2025).


Andrie dari Kontras, yang mengenakan kaus hitam layaknya seorang detektif yang hendak mengungkap konspirasi, berusaha masuk ke dalam ruangan. Namun, dua staf berbaju batik langsung menghadang. Sebuah drama kecil pun terjadi—dorong-mendorong hingga jatuh bangun.


"Woi, anda mendorong! Bagaimana kita bisa berdiskusi kalau malah direpresif?" seru Andrie, bangkit layaknya pahlawan dalam film aksi.


RUU TNI: Disusun dalam Kemewahan, Dikhawatirkan Mengembalikan Orde Lama?


Ketiga aktivis tersebut tak menyerah. Mereka terus berteriak di depan pintu yang tertutup rapat, bak pengunjung hotel yang gagal mendapatkan kamar. Mereka menuntut satu hal: hentikan revisi UU TNI yang dinilai berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI.


"Kami menolak pembahasan ini karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup!" teriak mereka dengan penuh semangat.





Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, menilai pembahasan RUU TNI di hotel mewah ini sebagai bentuk rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik.


"Masa sih, pembahasan undang-undang yang menyangkut masa depan demokrasi justru dilakukan di hotel mewah? Kenapa tidak sekalian di resor di Bali?" sindirnya.


Menurutnya, revisi ini berbahaya karena membuka peluang TNI kembali bercokol di ranah sipil, dengan semakin banyak prajurit aktif yang bisa menduduki jabatan di kementerian dan lembaga sipil.


DPR dan Kemenhan: Rapat di Hotel Itu Demi Efisiensi?


Yang lebih menarik, rapat ini digelar di Fairmont Hotel, yang hanya berjarak dua kilometer dari Gedung Parlemen Senayan. Sepertinya, ruangan di DPR terlalu sederhana untuk membahas masa depan bangsa.


"Kalau rapat di hotel mewah itu demi efisiensi, apakah kita harus berharap sidang-sidang berikutnya diadakan di kapal pesiar? Atau mungkin sekalian di luar negeri biar lebih eksklusif?" celetuk seorang aktivis di lokasi.





Dalam revisi ini, beberapa poin utama yang menjadi sorotan adalah:


-  Usia pensiun bintara dan tamtama diperpanjang hingga 58 tahun,

-  Usia pensiun perwira naik menjadi 60 tahun,

-  Prajurit yang menduduki jabatan fungsional bisa aktif hingga 65 tahun,

-  Peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.


Jika revisi ini lolos, jangan kaget kalau nantinya pejabat sipil akan makin jarang ditemukan di kementerian—karena semua sudah diisi oleh prajurit aktif.


Transparansi atau Strategi Senyap?


Pertanyaannya, apakah pembahasan ini memang bagian dari reformasi pertahanan, atau hanya strategi senyap untuk mengembalikan pengaruh militer di berbagai sektor?


Yang jelas, revisi ini berjalan mulus tanpa banyak perdebatan di publik—kecuali bagi mereka yang berani menggedor pintu rapat di hotel bintang lima.


Sementara itu, di luar hotel, rakyat tetap sibuk dengan urusan lain. Beberapa masih bingung mencari kerja, beberapa lagi sibuk mencari cara membayar pajak. Ah, mungkin kita memang terlalu sibuk untuk mengurusi hal-hal besar seperti ini. [TIM/Red]


#RevisiUUTNI

#TransparansiAtauIlusi

#HotelBintangLimaDemiBangsa

Berita Populer


TerPopuler