AmbaritaNews.com | Jakarta - Hari ini, Selasa 31 Desember 2924, umat manusia di seluruh dunia mengucapkan: Selamat tinggal Tahun 2024 sekaligus menyambut tahun baru 1 Januari 2025. Tanggal 31 Desember 2024 dan 1 Januari 2025 kini telah menjadi "Hari Raya Dunia" semua umat manusia. Maka, alangkah baiknya jika momen tersebut, tak hanya di isi dengan pesta pora. Tapi juga diisi dengan muhasabah.
Apa itu muhasabah? Muhasabah adalah refleksi diri secara menyeluruh. Yaitu berupa perenungan terhadap apa yang telah kita lakukan di masa lalu dan apa yang harus kita lakukan di masa depan. Semuanya dilakukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan individu dan sosial kita, termasuk dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian muhasabah mempunyai makna yang lebih luas dan mendalam dari sekadar kaleidoskop yang mencatat petistiwa-peristiwa tahun terakhir. Momen pergantian tahun ini, tepat sekali bila dijadikan refleksi diri total untuk mengenang dan mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan selama setahun terakhir.
Dalam Islam, refleksi diri total tersebut dikenal dengan istilah muhasabah. Muhasabah atau evaluasi diri menyeluruh itu penting bagi kehidupan manusia. Dengan melakukan muhasabah, seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik di masa datang.
Dalam Surat al-Hasyr 18 Allah berfirman: “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Dalam ayat tersebut, Allah dengan tegas menganjurkan umat manusia untuk senantiasa memperhatikan setiap langkah dan perbuatan mereka selama hidup di dunia. Sebab, semua perbuatan tersebut kelak akan dihisab secara teliti di kemudian hari. Dengan demikian muhasabah itu penting -- tak hanya di momen pergantian tahun, tapi juga setiap saat.
Maka akangkah baiknya memperingati tahun baru 2025, kita melakukan muhasabah secara menyeluruh di sepanjang hidup kita. Minimal di sepanjDatahun 2024. Kemudian kita "berniat" untuk memperbaiki amal ibadah untuk tahun 2025.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan: Hendaknya setiap orang memperhatikan baik-buruknya perbuatan yang akan dilakukan untuk kebaikan esok hari. Untuk bekal hidup di hari kemudian, lakukanlah hal-hal terbaik yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan hidupnya.
Di era global warming dan ancaman perang nuklir, amalan terbaik adalah upaya penyelamatan hidup manusia dan mencegah perang nuklir yang akan menghancurleburkan planet bumi. Allah sangat membenci orang-orang yang membuat kerusakan di bumi. Dan Allah akan menimpakan kesengsaraan atau siksa kepada manusia yang merusak bumi itu.
Dalam surat Ar-Rum 41-42 Allah berfirman: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” Yang mempersekutukan Allah dalam konteks ayat ini adalah orang-orang zalim dan orang-orang yang sok berkuasa atau diktator, menganggap dirinya Tuhan (musyrik).
Kenapa Allah membenci perusak bumi? Karena para perusak bumi adalah orang-orang zalim. Mereka adalah orang-orang yang merusak keadilan.
Dalam Quran, Allah berkali-kali mengingatkan manusia untuk berbuat adil dalam segala hal. Ini karena keadilan adalah penopang kehidupan alam semesta. Manusia berperang dan global warming meningkat, penyebab utamanya adalah rusaknya keadilan. Itulah sebabnya Sayyidina Ali menyatakan, tegakkan keadilan meski langit akan runtuh. Karena hanya dengan keadilan, kehidupan di bumi dan langit tegak dan kokoh.
Bagi bangsa Indonesia, bermuhasabah di pergantian tahun 2024-2025 ini sangat penting. Karena di periode tersebut terjadi banyak peristiwa politik yang memanaskan kehidupan bernegara. Mulai dari debat dan kompetisi politik yang terjadi pada proses pemilu, pilpres dan pilkada, sampai peristiwa-petistiwa "panas" yang terjadi sesudahnya.
Dalam muhasabah mengakhiri tahun 2024, bangsa Indonesia perlu "bertobat" untuk tidak mengulangi kecurangan dan segala macam kesalahan yang terjadi dalam mengarungi proses politik pemilu, pilpres, dan pilkada. Seterusnya untuk menyongsong tahun baru 2025, bangsa Indonesia harus bertekad untuk memperbaiki diri dengan menjalankan politik dan pemerintahan yang adil dan beradab. Semoga Allah memberkahi bangsa Indonesia.
Penulis: Ketua MUI 1995-2015/Komnas HAM 2002-2007