AmbaritaNews.com | Jakarta - Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) Pertamina adalah tempat primadona yang digunakan oleh mafia migas untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan kemudian ditimbun.
Menggunakan armada engkel box, sopir tersebut bulak-balik masuk ke dalam SPBU Pertamina untuk mengisi BBM bersubsidi jenis solar. Ini terlihat saat tim tampahan.com meng-investigasi SPBU 34.13420 yang berada di Kalimalang Jakarta Timur.
Menurut salah satu sopir armada engkel box yang berhasil tim tampahan.com konfirmasi, menyebut kalau pemilik usaha ini adalah oknum anggota TNI aktif.
Mafia migas memanfaatkan operator dan pengawas SPBU Pertamina untuk membeli BBM bersubsidi jenis solar menggunakan armada engkel box yang sudah dimodifikasi dengan berkali-kali keluar masuk ke dalam SPBU 34.13420.
Tim tampahan.com terus menggali informasi terkait praktik penimbunan BBM bersubsidi jenis solar dan siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Sopir pun mengatakan bahwa oknum anggota TNI aktif itu adalah bosnya atau pemodal bisnis ilegal tersebut dengan inisial HNDR.
Sementara itu Diori Parulian Ambarita atau yang akrab dipanggil Ambar, jurnalis atau wartawan yang sering menginvestigasi kegiatan penimbunan solar (mafia solar) saat dihubungi mengatakan, bahwa kebanyakan modus digunakan oleh mafia migas untuk mendapatkan BBM bersubsidi jenis solar adalah dengan memodifikasi tangki.
SPBU 34.13420 Kalimalang Jakarta Timur |
"Terlihat kasat mata memang tangki yang keluaran pabrikan seperti biasa-biasa saja, namun di tangki tersebut disambungkan selang agar BBM yang terisi mengalir kembali ke wadah penampung (kempu) yang berada di dalam box," ungkapnya, Selasa (21/11/2023).
Umumnya seperti itu, kata dia, kebanyakan semua mafia migas memakai modus itu dalam menjalankan bisnis ilegalnya untuk mendapatkan BBM jenis solar ribuan liter.
"Memodifikasi armada bertujuan untuk mengelabui pandangan masyarakat umum yang membeli BBM di SPBU Pertamina," tambah jurnalis atau wartawan yang berambut gondrong dan sering kali keselamatan jiwanya terancam dalam melamukan investigasi.
Lebih lanjut kata Ambar, terkadang sudah ditulis menjadi berita atau tayang berita, namun hasil berita tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
"Padahal sebagai jurnalis atau wartawan investigasi, jiwa keselamatan dipertaruhkan dalam mengambil data-data (foto & video). Tapi berita-berita yang telah tayang tak juga direspon APH," sambung dia.
Jurnalis atau wartawan (Ambar) yang dikenal berani ini juga mempertanyakan, apakah ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang memang mem-backup atau mungkin banyak juga oknum dari APH yang bermain bisnis ilegal itu?
Pasal 5 UU Republik Indonesia, jelas Ambar, Nomor 2 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas ancamannya paling lama enam tahun penjara dan denda Rp60 miliar, tapi mafia migas terkesan malah menjamur seperti dagang kacang. [Andri]